Dapat Uang dari Internet

Tuesday 1 March 2016

Makalah Penerapan Geopolitik dan Geostrategi

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap bangsa dalam mempertahankan eksistensi dan mewujudkan cita-citanya perlu memiliki pemahaman mengenai geopolitik dan geostrategi. Geopolitik bangsa Indonesia diterjemahkan dalam konsep Wawasan Nusantara, sedangkan Geostrategi bangsa Indonesia dirumuskan dalam konsep Ketahanan Nasional
Sebagai negara kepulauan dengan masyarakatnya yang beraneka ragam, Negara Indonesia memiliki unsur-unsur kekuatan dan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografis yang strategis dan kaya akan sumber daya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan satu tanah air, sebagaimana telah diperjuangkan oleh para pendiri negara.
Dalam pelaksanaannya bangsa Indonesia tidak bebas dari pengaruh interaksi dan interelasi dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan regional maupun internasional. Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai pedoman agar tidak terombang-ambing dalam memperjuangkan kepentingan nasional untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya. Salah satu pedoman bangsa Indonesia adalah wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah nusantara sehingga disebut dengan wawasan nusantara.
            Sesuai dengan bagan paradigma ketatanegaraan Negara Republik Indonesia, maka Ketahanan Nasional (Tannas) merupakan salah satu konsepsi politik dari Negara Republik Indonesia. Ketahanan Nasional dapat dikatakan sebagai konsep geostrateginya bangsa Indonesia. Dengan kata lain, geostrategi bangsa Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional.



Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah ada, penulis menuliskan beberapa permasalahan diantaranya :
Apa yang dimaksud dengan Geopolitik dan Geostrategi Indonesia ?
Bagaimana contoh permasalahan atau isu-isu tentang Geopolitik dan Geostrategi yang sedang berkembang di Indonesia?

Tujuan Masalah
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
Untuk mengetahui pengertian dari Geopolitik dan Geostrategi.
Untuk mengetahui isu-isu tentang Geopolitik dan Geostrategi yang sedang berkembang di Indonesia serta penyelesaiannya.












Bab II
PEMBAHASAN
GEOPOLITIK
Pengertian Geopolitik
Geopolitik adalah kebijakan dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis negara berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis. Paham geopolitik bangsa Indonesia terumuskan dalam konsepsi wawasan nusantara. Berdasarkan fakta geografis dan sejarah inilah, wilayah Indonesia beserta apa yang ada di dalamnya dipandang sebagai satu kesatuan. Pandangan atau wawasan nasional Indonesia ini dinamakan Wawasan Nusantara sebagai konsepsi geopolitik bangsa Indonesia.
Isu- Isu Geopolitik di Indonesia

Kasus Pencurian Ikan Oleh Kapal Asing di Perairan Indonesia
KOMPAS.com - Enam tahun lalu kapal Eka Sakti milik Sahring—nelayan asal Nusa Tenggara Timur dibakar dan ditenggelamkan oleh Angkatan Laut Australia atas tuduhan melanggar Undang-Undang Pengelolaan Perikanan Australia 1991.
Belakangan Pengadilan Federal Australia, 1 April 2014, mengeluarkan keputusan membebaskan Sahring dari sanksi dan mendapat ganti rugi 44.000 dollar Australia. Sayangnya, tidak ada reaksi apa pun dari Pemerintah Indonesia terhadap kasus ? Sahring versus Australia? yang sempat populer ini. Padahal, kasus ini memberi pelajaran bahwa penenggelaman kapal asing yang melakukan pencurian ikan di laut teritorial suatu negara bukanlah hal baru dalam penegakan hukum di laut. Namun, tindakan semacam itu tetap harus dilakukan dengan benar dan profesional. Secara legal formal pencurian ikan oleh kapal asing di perairan Indonesia dapat dikategorikan kejahatan luar biasa. Paling utama: pelanggaran kedaulatan. Merujuk kepada Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982, masuknya kapal ikan asing secara ilegal di laut teritorial Indonesia dapat dikategorikan membahayakan kedamaian, ketertiban, atau keamanan nasional (Pasal 19). UU No 31/2004 yang diperbarui dengan UU No 45/2009 tentang Perikanan menyebutkan, aksi pencurian ikan tergolong tindak pidana. Hukumannya tak hanya berlaku bagi operator di atas kapal, tetapi juga dapat menjerat pemilik kapal dan pemilik perusahaan (Pasal 8). Kapal asing pencuri ikan juga boleh dibakar dan ditenggelamkan (Pasal 69), bahkan membayar denda hingga Rp 20 miliar (Pasal 93).
Kejahatan yang berulang. Celakanya, 10 tahun sejak diundangkan, peraturan itu minus implementasi. Lemahnya penegakan hukum di laut telah menyuburkan pencurian ikan. Saban tahun sekitar 30 persen dari total 10 miliar-23 miliar dollar AS kerugian dunia akibat pencurian ikan di perairan Indonesia. Puncaknya, proporsi konsumsi rakyat Indonesia terhadap protein hewani yang berasal dari ikan hanya 54 persen. Angka ini lebih rendah daripada Banglades (56), Sri Lanka (57), Kamboja (65), dan Maladewa (71) (FAO, 2014). Sebesar 40-50 persen dari total 3,6 juta ton kapasitas terpasang industri perikanan Indonesia gagal berproduksi karena kekurangan bahan baku. Akibatnya, sektor kelautan gagal membuka 10 juta lapangan pekerjaan baru untuk penangkapan, pengolahan, dan pemasaran.
Penelitian Walhi pada 2008, Menjala Ikan Terakhir, mengungkap bahwa dalam kurun 20 tahun terakhir telah terjadi kontinuitas kejahatan perikanan di laut Indonesia. Asal pencuri ikan secara konsisten 10 negara. Enam merupakan anggota ASEAN (Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, Kamboja, Myanmar) dan empat: Tiongkok, Korea, Taiwan, dan Panama. Aksi pencurian ikan konsisten di 18 lokasi. Lima titik di laut bagian barat dan 13 lokasi di timur Indonesia. Modusnya tak ada yang baru: penggandaan izin, penggunaan bendera Indonesia, nama kapal berbahasa Indonesia, mempekerjakan ABK asal Indonesia, dan bekerja sama dengan oknum aparat hukum Indonesia.
Berikut data pencurian ikan sejak 2001 sampai 2012:


Tahun 2001 Jumlah 155 kasus
Tahun 2002 Jumlah 210 kasus
Tahun 2003 Jumlah 522 kasus
Tahun 2004 Jumlah 200 kasus
Tahun 2005 Jumlah 174 kasus
Tahun 2006 Jumlah 216 kasus
Tahun 2007 Jumlah 184 kasus
Tahun 2008 Jumlah 243 kasus
Tahun 2009 Jumlah 203 kasus
Tahun 2010 Jumlah 183 kasus
Tahun 2011 Jumlah 104 kasus
Tahun 2012 Jumlah 75 kasus






Faktor Penyebab
Beberapa faktor yang menyebabkan maraknya praktik pencurian ikan, antara lain, terjadinya overfishing (tangkap lebih) di negara-negara tetangga; penegakan hukum yang lemah, termasuk keterlibatan para penegak hukum itu sendiri, mekanisme izin dan peraturan yang tidak transparan, serta kecilnya armada Indonesia yang mampu beroperasi ke laut dalam. Meskipun di sejumlah wilayah (pantai utara Jawa, sebagian Selat Malaka, pantai selatan Sulawesi, dan Selat Bali) telah mengalami kelebihan tangkap, masih banyak wilayah laut Indonesia yang memiliki sumber daya ikan cukup besar, seperti Natuna serta Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Laut China Selatan, Laut Arafura, Laut Sulawesi, ZEEI di Samudra Pasifik,  ZEEI di Samudra Hindia,  dan wilayah laut perbatasan.
Indonesia memiliki potensi produksi lestari (maximum sustainable yield/MSY) ikan laut 6,5 juta ton per tahun, salah satu negara dengan potensi ikan laut terbesar di dunia. Total MSY ikan laut dunia 90 juta ton per tahun (FAO, 2010). Artinya, sekitar 7,2 persen ikan laut dunia terdapat di Indonesia. Negara-negara yang (warganya) mencuri ikan di wilayah laut Indonesia (Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, RRC, dan Taiwan) potensi sumber daya ikan lautnya jauh lebih kecil. Susahnya, saat ini Indonesia baru punya 25 kapal patroli perikanan di bawah pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dari jumlah itu, hanya enam kapal patroli yang mampu beroperasi di ZEEI dan laut dalam. Padahal, untuk mengawasi wilayah laut Indonesia yang sangat luas (5,8 juta kilometer persegi), dibutuhkan 90 kapal patroli. Demikian pula halnya dari sisi nelayan. Dari sekitar 600.000 unit kapal ikan Indonesia, hanya 1 persen yang mampu beroperasi serta menangkap ikan di wilayah laut ZEEI, laut perbatasan, dan laut dalam. Sisanya, 99 persen armada kapal ikan hanya mampu beroperasi di wilayah laut dekat pantai atau laut dangkal. Akibatnya, pencurian ikan oleh kapal asing merajalela di wilayah laut yang tidak terjangkau.

Strategi Penanggulangan
Untuk mengatasinya, pemerintah harus melaksanakan dua strategi secara simultan, yaitu ke dalam dan ke luar.
Strategi ke dalam, ada empat.
Penyempurnaan sistem dan mekanisme perizinan perikanan tangkap. Jumlah kapal penangkapan ikan yang diizinkan beroperasi di suatu daerah penangkapan ikan tidak melebihi jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan (80 persen MSY) agar usaha perikanan tangkap berlangsung lestari. Secara bertahap paling lambat tahun 2012 (saat kemampuan armada kapal ikan Indonesia dapat menangkap seluruh sumber daya di ZEEI), tidak ada lagi izin penangkapan bagi kapal ikan asing di perairan ZEEI. Dan, yang paling penting adalah prosedur pengurusan perizinan secara transparan dan cepat.
Pengembangan dan penguatan kemampuan pengawasan (penegakan hukum) di laut. Untuk itu, dapat dilakukan pemberlakuan sistem monitoring, control, and surveillance yang salah satunya menggunakan vessel monitoring systems (VMS). Dengan demikian, keberadaan kapal asing dapat segera diidentifikasi. Australia merupakan salah satu negara yang sukses menggunakan sistem itu sehingga kejadian pencurian ikan di wilayah Australian Fishing Zone berkurang drastis dalam dekade terakhir (Davis, 2000). Di Indonesia, kegiatan ini dimulai tanggal 1 Juli 2003 dengan target pemasangan fasilitas VMS di 500 kapal perikanan asing dan lokal. Tahun 2004, diharapkan sekitar 1.000 unit kapal dengan bobot 50 GT, baik asing maupun lokal, dapat dilengkapi VMS ini.
Memberdayakan serta meningkatkan kapasitas kelembagaan dan organisasi pengawasan di masyarakat (community-based monitoring). Sistem pengawasan berbasis masyarakat ini pun dilakukan di negara-negara maju. Jepang, misalnya, telah lama menerapkan sistem ini, khususnya terkait gyogyou ken (hak menangkap ikan) bagi komunitas perikanan tertentu. Dengan ujung tombak gyogyou kumiai (fisheries cooperative), komunitas perikanan lokal mengawasi daerah penangkapannya.Sarana dan prasarana pengawasan perlu dipenuhi secara bertahap sesuai dengan prioritas dan kebutuhan, terutama menambah jumlah kapal patroli perikanan. Pemerintah juga perlu meningkatkan koordinasi dan kerja sama dengan instansi lintas sektor terkait dalam bidang pengawasan.
Memperbaiki mentalitas dan etos kerja aparat pengawas perikanan di laut agar lebih memiliki rasa nasionalisme, tidak mudah disogok oleh pihak asing atau pengusaha nasional yang menjadi broker. Untuk itu, kita harus meningkatkan pendapatan aparat pengawasan di laut supaya mereka hidup sejahtera dan terhormat bersama keluarganya. Selain itu, kita harus memberikan penghargaan kepada mereka yang berhasil menangkap pencuri ikan di wilayah laut Indonesia, misalnya dengan memberikan kenaikan pangkat dan/atau bonus. Sebaliknya, sanksi keras diberikan kepada aparat yang melanggar.

Sistem Hukum
Hal lain, membenahi sistem hukum dan peradilan perikanan. Dengan disahkannya UU Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 jo UU Nomor 45 Tahun 2009 diharapkan penegakan hukum di laut dapat dilakukan. Dalam UU Perikanan ini setiap kapal penangkap ikan harus memiliki surat izin penangkapan ikan. Pengelola dan pemilik kapal berbendera Indonesia yang melanggar ketentuan diancam pidana enam tahun dan denda Rp 2 miliar. Sementara pengelola dan pemilik kapal berbendera asing terancam penjara enam tahun dan denda Rp 20 miliar.
Selain itu, UU tersebut juga menegaskan bahwa pemeriksaan di sidang pengadilan dapat dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa. Hakim juga harus sudah menjatuhkan putusan paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal penerimaan pelimpahan berkas perkara dari penuntut umum. Jangka waktu yang sama berlaku pula bagi hakim pengadilan tinggi serta Mahkamah Agung dalam memutuskan permohonan banding dan kasasi. Dengan pengadilan ad-hoc ini diharapkan nilai ikan yang dapat diselamatkan bisa meningkat sekaligus membantu mengurangi kerusakan kapal asing yang dijadikan bahan sitaan, yang bisa disumbangkan kepada nelayan nasional.

Strategi ke luar
Sementara strategi ke luar terkait dengan pentingnya kerja sama regional ataupun international, khususnya dengan negara tetangga. Dengan meningkatkan peran ini, Indonesia dapat meminta negara lain untuk memberlakukan sanksi bagi kapal yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Indonesia juga sudah bekerja sama dengan negara-negara lain dalam bentuk Joint Commission Sub-Committee of Fisheries Cooperation dengan Thailand dan Filipina guna membahas isu-isu perikanan dan delimitasi batas ZEE antarnegara. Dengan bergabungnya Indonesia ke dalam organisasi perikanan internasional, secara tidak langsung Indonesia juga telah menghentikan praktik ”non-member fishing” sehingga produk perikanan Indonesia relatif dapat ”diterima” oleh pasar internasional.


Memperkuat Keamanan Perairan
Sistem keamanan perairan Indonesia tergolong masih lemah, sebab untuk mengamankan pencurian ikan di wilayah perairan seluas 3,27 juta km² Indonesia hanya mengandalkan 27 unit kapal pengawas perikanan dan hanya memiliki kapal patroli Polri air penjaga pantai dan laut sebanyak 490 unit. Artinya, dalam satu kapal patroli penjaga pantai dan laut, masing-masing mendapat tugas menjaga wilayah perairan dan pantai seluas 6673 km².
Lebih parahnya lagi, menurut Menteri Susi, dari 70 kapal patroli milik TNI Angkatan Laut, yang bisa jalan hanya 10% dan per hari yang beroperasi hanya 30% alias hanya tiga kapal partoli. Dengan begitu, bagaimana bisa efektif mengejar kapal nelayan asing pencuri ikan yang konon lebih canggih dan kerap lolos dari kejaran aparat keamanan laut Indonesia? Belum sempat ditangkap, kapal asing sudah keluar dari garis batas teritorial sehingga tidak mungkin masuk wilayah negara tetangga tanpa izin.
Ke depan, Pemerintah Indonesia harusnya memprioritaskan pembangunan sistem keamanan lautnya menjadi lebih kuat, melengkapi kapal patroli dan kapal pengawas perikanan yang lebih canggih dalam jumlah memadai, mensinergikan koordinasi semua kementerian dan lembaga di wilayah laut untuk saling bekerja sama, sehingga tiap kapal asing yang mencuri ikan mudah ditangkap. Selain itu, diharapkan program nyata pemerintah dan KKP untuk nelayan Indonesia yang mayoritas masih berada di bawah garis kemiskinan.
Laut adalah masa depan Indonesia sekaligus bagian dari peradaban. Jika tidak tegas dari sekarang, pencurian ikan akan semakin menjadi-jadi dan kekayaan ikan tinggal cerita.

Presiden Joko Widodo menyebut 5.400 kapal asing bebas mencuri di laut Indonesia (Kompas, 19/11). Jumlah ini hampir sama dengan total izin penangkapan ikan yang dikeluarkan pemerintah hingga akhir 2014. Instruksi Presiden Jokowi menenggelamkan kapal asing yang mencuri di perairan Indonesia, pertama, harus disambut dengan peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum di laut. Tindakan tegas itu tak boleh bertentangan dengan konvensi internasional, termasuk hak universal pelaku kejahatan pencurian ikan. Pemerintah Indonesia juga wajib menyelenggarakan peradilan jujur, bebas dari penyiksaan, dan menyegerakan pemberitahuan ke kedutaan besar negara asal pemilik kapal bersangkutan.
 Kedua, bobot diplomasi luar negeri Indonesia harus dibenahi, setidaknya memastikan agar aksi penenggelaman kapal ikan asing tak disalahartikan sebagai aksi premanisme. Namun, semata-mata melindungi kepentingan nelayan dan menjamin keberlanjutan pengelolaan ikan di dunia.
Terakhir, pengoptimalan partisipasi masyarakat nelayan. Tingginya ongkos patroli di laut, terbatasnya ketersediaan bahan bakar minyak dan armada patroli, hanya dapat terselesaikan dengan mengoptimalkan peran aktif organisasi nelayan melindungi wilayah perikanannya. Di sinilah Presiden Joko Widodo dapat memprioritaskan lahirnya peraturan pemerintah tentang pengawasan perikanan, keikutsertaan masyarakat dalam membantu pengawasan perikanan, seperti diamanatkan UU Perikanan.
Dengan begitu, perintah menenggelamkan kapal ikan asing akan memberi efek jera, memulihkan kedaulatan, sekaligus memperkuat eksistensi nelayan Indonesia di laut. Indonesia memiliki perairan seluas 3.273.810 km² yang menjadi habitat paling ideal bagi satwa dan biota laut untuk hidup dan berkembang biak seperti ikan, terumbu karang, lobster, rumput laut dan lainnya. Dengan garis pantai 95.181 km² dan merupakan terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, Indonesia memiliki potensi ekonomi laut senilai US$ 1,2 triliun per tahun, namun sayang selama puluhan tahun perairan luas nan kaya ikan itu dicuri menggunakan kapal-kapal asing penangkap ikan. Pada tahun 2011 data ekspor sektor perikanan Indonesia hanya senilai US$ 3,34 miliar, kalah jauh dibandingkan Vietnam yang pada tahun sama senilai US$ 25 miliar. Padahal dalam hal luas perairan dan panjang garis pantai, Vietnam tidak ada apa-apanya dibandingkan Indonesia.
Pencurian ikan juga mematikan peluang nelayan lokal untuk mendapatkan 1 juta ton ikan setiap tahun dan mengurangi pasokan ikan segar bagi industri pengolahan hasil perikanan nasional. Akibatnya, impor ikan terus meningkat.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, meminta semua pihak tidak perlu khawatir dengan kebijakan Presiden untuk menenggelamkan kapal nelayan saing yang melakukan pencurian ikan, akan memperburuk hubungan antar negara. Menurutnya, ada lima alasan mengapa kebijakan penenggelaman tidak akan memperburuk hubungan antar negara.
Pertama, tidak ada negara di dunia ini yang membenarkan tindakan warganya yang melakukan kejahatan di negara lain. “Kapal nelayan asing yang ditenggelamkan adalah kapal yang tidak memiliki izin operasi untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah laut Indonesia. Mereka melakukan kejahatan di wilayah Indonesia,” kata Hikmahanto, dalam siaran pes yang diterima hukumonline, Jumat (5/12).
Kedua, tindakan penenggelaman dilakukan di wilayah kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia (zona ekonomi eksklusif).
Ketiga, tindakan penenggelaman dilakukan atas dasar payung hukum yang sah yaitu Pasal 69 ayat (4) UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. “Sebelum tahun 2009, memang proses penenggelaman harus melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Keempat, negara lain yang hendak mengajukan protes harus memahami atas tindakan pencurian ikan oleh kapal asing. Menurutnya, Indonesia telah dirugikan secara signifikan. Pembiaran terhadap kapal asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal akan terus membawa kerugian yang lebih besar bagi Indonesia.
“Terakhir, penenggelaman akan memperhatikan keselamatan dari para awak kapal,” ujar Hikmahanto.









Penenggelaman Kapal Asing
Jumat, 12 Desember 2014 | 14:00 WIB
TRIBUN BATAM/ ARGIANTO DA NUGROHO Kapal milik nelayan asing ditenggelamkan TNI AL, di Perairan Anambas, Kepulauan Riau, Jumat (5/12/2014). Sebanyak tiga kapal Vietnam yang ditangkap TNI AL ditenggelamkan sebagai sikap tegas pemerintah Indonesia terhadap aksi pencurian ikan yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun per tahun.

GEOSTRATEGI
Pengertian Geostrategi
Geostrategi adalah suatu cara atau pendekatan dalam memanfaatkan kondisi lingkungan. Untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan Nasional. Ketahanan Nasional sebagai geostrategi bangsa Indonesia memiliki pengertian bahwa konsep ketahanan Nasional merupakan pendekatan yang digunakan bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya. Ketahanan nasional sebagai suatu pendekatan merupakan salah satu pengertian dari konsepsi ketahanan nasional itu sendiri.
Dalam mewujudkan pertahanan negara, Indonesia masih mengalami sejumlah kendala, misalnya kebijakan dan strategi pertahanan yang belum komprehensif, partisipasi masyarakat yang rendah dalam upaya membangun pertahanan, sarana dan prasarana yang masih minim, masih rendahnya tingkat kesejahteraan anggota TNI, minimnya kepemilikan alutsista dan pemeliharaan yang kurang memadai akibat anggaran pertahanan yang rendah, dan lainnya (Universitas Indonesia, n.d: 39).
Geostrategi pertahanan yang telah diupayakan Indonesia antara lain:
Perjanjian Military Training Area (MTA) dengan Singapura
Latihan militer bersama dengan Malaysia (KEKAR MALINDO, MALINDO JAYA, ELANG MALINDO, AMAN MALINDO, dan DARSASA),
Joint Commission for Bilateral Cooperation bersama Filipina terkait masalah Moro dan isu perbatasan
Kerjasama dengan Thailand untuk menangani isu separatism
Penguatan kerjasama pertahanan dengan ASEAN
Kerjasama dengan Eropa, Australia, China, dan Rusia terkait pelatihan militer dan fasilitas perlengkapan TNI, dan lain sebagainya.

Isu-Isu Geostrategi di Indonesia
Papua Vs Perspektif Geostrategi dan Ketahanan Nasional
Negara Indonesia sebagai suatu negara memiliki letak geografis yang sangat strategis di Asia Tenggara. Oleh karena itu di kawasan Asia Tenggara Indonesia memiliki posisi yang sangat penting, sehingga tidak menutup kemungkinan di era global dewasa ini menjadi perhatian banyak negara di dunia. Berdasarkan peranan dan posisi negara Indonesia, maka tidak menutup kemungkinan akan merupakan ajang perebutan kepentingan kekuatan transnasional. Oleh karena itu sebagai suatu negara, Indonesia harus memperhatikan dan mengembangkan ketahanan nasional.
Namun mengembangkan ketahanan nasional tidak semudah membalikkan telapak tangan. Gunung emas yang terdapat di tanah Indonesia tidak serta merta menjadikan Indonesia sebagai negara kaya. Perjuangan bangsa Indonesia belum berakhir sampai pada upaya Indonesia untuk merdeka secara politik dari Pemerintah Belanda yang mengisahkan jalan panjang dan berliku. Proklamasi merupakan awal perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan ketahanan nasionalnya. Begitu banyak konflik yang terjadi di negeri tercinta, Indonesia. Kini dengan kenyataan keinginan papua untuk merdeka atau disebut dengan Organisasi Papua Merdeka menambah kepiluan untuk bangsa Indonesia. Nampak begitu lemahnya ketahanan Nasional bangsa Indonesia.


Kondisi Papua Kekinian
PT. Freeport Indonesia adalah penghasil tambang emas terbesar yang pernah ada di dunia. PT. Freeport menghasilkan 1.765.000 ons emas pada tahun 2010, sementara tambang emas terbesar dunia lainnya seperti yang terdapat di Amerika hanya menghasilkan 5000 ons, Amerika Latin (Peru) 97.000 ons dan sedikit pada tambang emas yang terdapat di Afrika. Dari sana terlihat jelas kalau dari 100% jumlah emas yang ada di dunia, 95 % berasal dari Indonesia dan hanya 5 % dari luar Indonesia. Sementara gaji paling rendah terdapat pada tambang Indonesia sendiri, PT. Freeport Indonesia.
Salah satu pemicu konflik di Papua adalah PT. Freeport itu sendiri. Konflik yang semakin kompleks ini ditunjukkan dengan adanya kesenjangan yang terjadi di Papua kemudian mengakibatkan masalah yang terlihat kompleks di Papua Barat. Kesejahteraan penduduk Papua tak secara otomatis terkerek naik dengan kehadiran Freeport yang ada di wilayah mereka tinggal. Di wilayah operasi Freeport, sebagian besar penduduk asli berada di bawah garis kemiskinan dan terpaksa hidup mengais emas yang tersisa dari limbah Freeport. Selain permasalahan kesenjangan ekonomi, aktivitas pertambangan Freeport juga merusak lingkungan secara masif serta menimbulkan pelanggaran HAM. Sementara itu peranan pemerintah hampir tidak terlihat nyata dalam mengatasi konflik yang kian meluas ini.
Merasa Kebal, Freeport Ogah Jual Saham ke Indonesia

Description: http://jdih.ristek.go.id/?q=system/files/image/Tambang-dalam.jpg&1331530964
Jakarta - PT Freeport Indonesia menyatakan tak akan ikut dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2012 yang mewajibkan perusahaan tambang asing menjual 51% saham ke pihak Indonesia. Pasalnya, secara hukum Freeport hanya akan mengikuti aturan Kontrak Karya (KK) yang sudah dilakukan dua kali sejak tahun 1967.
Menurut Presiden Direktur Freeport Rozik B Soetjipto, dalam KK tersebut, Freeport hanya diwajibkan mendivestasi kepemilikan sahamnya hingga sebanyak 20% tanpa adanya batas waktu. "Dalam KK sebelum adanya PP baru ini kita diminta divestasi 20%, jadi kalau memang ada perbedaan lagi harus dibicarakan dulu dengan pemerintah," katanya dalam kunjungannya ke kantor detikcom akhir pekan lalu.
Jadi tanpa ada pembicaraan dengan pemerintah, Freeport tetap akan berpegang kepada KK yang sudah disepakati. Sehingga, Freeport bisa dibilang kebal terhadap PP baru tersebut. "Secara hukum, PP baru ini tidak ngaruh," ujarnya. Saat ini, sebanyak 90,64% kepemilikan saham Freeport Indonesia dikuasai perusahaan asal Amerika Serikat (AS), yaitu Freeport Mc MoRan, termasuk di dalamnya 9,36% dikuasai lewat anak usahanya PT Indocopper Investama. Sementara sisanya, sebanyak 9,36% dipegang oleh pemerintah Indonesia
Seperti diketahui, PP baru dengan nomor 24 tahun 2012 yang merupakan revisi dari PP No. 23 tahun 2010, mengharuskan investor asing mendivestasikan kepemilikannya di perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia sehingga hanya tersisa 49% dari jumlah total sebelumnya. Sebanyak 51% sahamnya wajib dimiliki peserta Indonesia maksimal pada tahun kesepuluh beroperasi. Periodenya adalah, divestasi 20% pada tahun keenam, 30% tahun ketujuh, 37% tahun kedelapan, 44% tahun kesembilan, dan 51% tahun kesepuluh.
Peserta Indonesia yang dimaksud antara lain, pemerintah pusat, provinsi, daerah kabupaten/kota, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau swasta nasional.

Pemerintah buta dengan pemiskinan di Papua
Pembangunan dipusat kota semakin gencar. Pemeliharaan gedung-gedung dipusat kota pun semakin galak untuk dilaksanakan. PT. Freeport yang sudah berdiri sekian lama pun telah marauk keuntungan yang begitu besar. Namun di sisi lain, pemiskinan terus berlangsung di wilayah Mimika. Kesejahteraan penduduk Papua tak secara otomatis terkerek naik dengan kehadiran Freeport yang ada di wilayah mereka tinggal. Di wilayah operasi Freeport, sebagian besar penduduk asli berada di bawah garis kemiskinan dan terpaksa hidup mengais emas yang tersisa dari limbah Freeport. Selain permasalahan kesenjangan ekonomi, aktivitas pertambangan Freeport juga merusak lingkungan secara masif serta menimbulkan pelanggaran HAM.
Timika bahkan menjadi tempat berkembangnya penyakit mematikan, seperti HIV/AIDS. Tercatat, jumlah tertinggi penderita HIV/AIDS Indonesia berada di Papua. Keberadaan Freeport juga menyisakan persoalan pelanggaran HAM yang terkait dengan tindakan aparat keamanan Indonesia pada masa lalu dan kini. Hingga kini, tidak ada satu pun pelanggaran HAM yang ditindaklanjuti serius oleh pemerintah bahkan terkesan diabaikan, pemerintah terkesan ‘buta’ . Kegagalan pembangunan di Papua dapat dilihat dari buruknya angka kesejahteraan manusia di Kabupaten Mimika. Penduduk Kabupaten Mimika, lokasi di mana Freeport berada, terdiri atas 35% penduduk asli dan 65% pendatang. Hampir seluruh penduduk miskin Papua adalah warga asli Papua.
Di sisi lain, pendapatan pemerintah daerah Papua demikian bergantung pada sektor pertambangan. Sejak tahun 1975-2002 sebanyak 50 persen lebih PDRB Papua berasal dari pembayaran pajak, royalti dan bagi hasil sumber daya alam tidak terbarukan, termasuk perusahaan migas. Artinya ketergantungan pendapatan daerah dari sektor ekstraktif akan menciptakan ketergantungan dan kerapuhan yang kronik bagi wilayah Papua ke depan. Pada tahun 2005 terlihat Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Papua menempati peringkat ke 3 dari 30 provinsi di Indonesia. Namun, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua, yang diekspresikan dengan tingginya angka kematian ibu hamil dan balita karena masalah-masalah kekurangan gizi, berada di urutan ke-29. Lebih parah lagi, kantong-kantong kemiskinan tersebut berada di kawasan konsesi pertambangan Freeport.
Analisis
Fenomena yang terjadi dalam Freeport Indonesia ini sudah diluar kendali. Keuntungan, kerugian, semua dialami oleh satu pihak, yaitu Indonesia. Masyarakat pun mempertanyakan kebijakan pemerintah yang tidak pernah bijak dalam masalah ini. Pemerintah pun seolah tidak menghiraukan kondisi tersebut. Banyak kejadian yang sangat merugikan Indonesia dan masyarakat papua. Pemerintah mungkin hanya tergiur oleh pendapatan pajak dari PTFI, tetapi tidak melihat dampak-dampak yang terjadi dalam masyarakatnya. Padahal dalam perbandingan pajak dengan pendapatan PTFI sangatlah berbeda.
Indonesia adalah negara yang hidup berdampingan dengan negara lain dalam dunia internasional. Semakin meluasnya isu-isu dalam Hubungan Internasional, maka harus semakin kuatlah negara Indonesia untuk mampu berdiri kuat dalam berbagai gejolak dalam dunia Internasional. Sebagai negara yang hidup dan terlibat dalam dunia Internasional, tentu Indonesia pun menjadi bagian dari sorotan dunia dalam melakukan aktivitas Internasional. Misalnya perdagangan, budaya, perekonomian, sampai pada masalah politik internal negara Indonesia. Banyak perusahaan asing yang menanamkan modalnya dan juga beroperasi di negara Indonesia. Dan salah satu perusahaan multinational Corporate (MNC) tersebut adalah PT.Freeport yang ada di Papua.
Sebagai perusahaan penghasil emas dan tembaga terbesar di dunia, tentu PT. Freeport dan juga Papua menjadi sorotan dari dunia Internasional. Migrasi karyawan dari luar negeri serta aktivitas perdagangan hasil penambangan dari PT.Freeport ini tentu melibatkan banyak negara di dunia Internasional. Maka implikasi dari adanya fenomena global governance terhadap masalah di Papua ini adalah bahwa pemerintah Indonesia haruslah waspada dalam banyaknya aktor Internasional yang dengan bebas dapat memasuki wilayah Papua. Adanya konflik pertumpahan darah disana dan juga kesenjangan kesejahteraan sampai pada kemisikinan akan menjadi sorotan dari para organisasi-organisasi yang bergerak di dunia Internasional di bidang HAM. Sebut saja misalnya Dewan HAM PBB ataupun Human Rights Watch, yang bertugas menerbitkan berbagai laporan pelanggaran HAM se-dunia dengan tujuan untuk menarik perhatian Internasional dan memberikan tekanan pada negara atau Organisasi Internasional untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Indonesia memang memiliki aturan yang ketat bagi orang-orang yang terbukti menyebarkan separatisme seperti bendera Papua. Para pelaku dapat dihukum selama 20 tahun penjara. Berdasar data Human Rights Watch, sampai saat ini sebanyak 130 orang mendekam di penjara karena isu separatisme. Kebanyakan dari mereka berasal dari Papua atau dari Kepulauan Maluku Timur. Jika pemerintah tidak segera mengambil kebijakan yang tepat dalam mengatasi konflik yang ada di Papua, maka dengan cepat nantinya akan ada banyak tekanan dari berbagai pihak yang memperhatikan kondisi di Papua.
Tidak heran jika pada tanggal 28 April lalu secara resmi membuka Kantor Perwakilan Papua Merdeka. Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) memandang Manuver Benny Wenda dkk, melalui International Parliamentarian for West Papua, International Lawyer for West Papua, dan juga Forum Melanesia yg didukung Vanuatu, kini sudah lebih jauh dengan Perwakilan di Oxford itu. Di Papua, masih ada Tentara Pembebasan Nasional OPM di bawah Goliath Tabuni, Komite Nasional Papua Barat dll, yang masih berkembang melakukan kampanye Papua Merdeka. Ditambah dengan kian tumbuhnya dukungan internasional dari kekuatan politik di Papua Nugini, Vanuatu, serta sejumlah politisi di Inggris, Selandia Baru dan Australia.
Pembukaan turut dihadiri Walikota Oxford Mohammaed Niaz Abbasi, anggota Parlemen Inggris, Andrew Smith, dan mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin. Sementara itu, Andrew Smith berbicara dalam peluncuran tersebut, menegaskan kembali komitmennya untuk terus membantu Papua melalui Parlemen Internasional Untuk Papua yang telah dibentuk dua tahun lalu. Dalam kesempatan tersebut juga hadir seorang pemain Rugby Nasional dari Papua New Guinea Paul Aiton, kemudian Jenifer Robinson dan Charles Foster dari kelompok pengacara internasional untuk Papua Barat, mahasiswa dari Universitas Oxford, warga Papua di Belanda, serta pendukung Papua Merdeka di Inggris. Munculnya dukungan dari berbabagai pihak asing untuk kebebasan Papua Barat, harusnya menjadi pukulan bagi pemerintahan Indonesia. Memang kita belum mengetahui jelas apa yang menjadi motif mereka. Inggris mengatakan bahwa mereka hanya ingin mendukung hak-hak dari orang Papua barat untuk hidup layak dan hidup sejahtera denga aman. Demikian juga beberapa negara lain yang mengatakan argumen yang sama. Tapi disisi lain bisa jadi mereka juga mengincar potensi yang ada di Papua Barat, tapi itu juga belum pasti. Intinya adalah responsif dari pemerintah Indonesia yang tegas dan melakukan kebijakan yang nyata demi terselesaikannya konflik tersebut tanpa harus melibatkan pihak-pihak asing.







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia telah dianugrahi SDA yang melimpah. SDM bangsa Indonesia pun tidak kalah dengan negara-negara di dunia. Namun saat ini masyarakat Indonesia masih menutup rapat-rapat matanya terhadap kemampuan dalam dirinya. Karakter sebagai negara yang dijajah nampaknya masih melekat pada bangsa Indonesia. Membuat masyarakat Indonesia takut untuk bertindak. Takut untuk dapat melebihi bangsa lain. Papua yang ingin merdeka menampakkan Indonesia yang sedang bersitegang dengan masalah ketahanan Nasional. Indonesia, dalam rangka mempertahankan kehidupannya, eksistensinya dan untuk mewujudkan cita-cita serta tujuan nasionalnya perlu memiliki pemahaman tentang geopolitik dan dalam implementasinya diperlukan suatu strategi yang bersifat nasional.
Indonesia perlu merancang metode atau aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui proses pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman, dan bermartabat. Salah satu strateginya yaitu pembangunan yang merata, terutama untuk daerah papua yang terlihat masih jauh tertinggal. Saat ini mari bahu-membahu untuk kesejahteraan masyarakat. Pemerintah mungkin amat kesulitan jika didebankan seluruh permasalahan di Indonesia sendiri. Ide-ide, Tangan-tangan, kaki-kaki amat berguna demi kemajuan dan kesatuan Bangsa Indonesia. karena aku cinta negeriku Bersatulah Indonesiaku.
               
Saran
Dalam makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan di karenakan keterbatasan ilmu yang saya miliki dan saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dengan demikian saya ucapkan terima kasih.



Daftar Pustaka
http://nasional.kompas.com/read/2014/12/12/14000081/Penenggelaman.Kapal.Asing (Diakses pada hari Senin, tanggal 07 Desember 2015)
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54816bf9b35aa/lima-alasan-penenggelaman-kapal-asing-tak-bisa-diprotes (Diakses pada hari Senin, tanggal 07 Desember 2015)



No comments:

Post a Comment

Salam kenal!